TUGAS
KESEHATAN MENTAL
HUBUNGAN
INTERPERSOAL
CINTA DAN
PERKAWINAN
Afiah rasdiana 10514377
Annisa Kartika
11514375
Arum Fajar 11514692
Intan nanda 15514354
Maytri nuradha
1D514163
Mutiara frizka
17514681
Nadira Sandra 17514750
Nurma
khairunnisa 18514230
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2015/2016
1. Hubungan interpersonal
A.
Model- model hubungan
interpersonal
1. Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari
teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut: โ Asumsi dasar
yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara
sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biayaโ. Ganjaran yang
dimaksud adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari
suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan
terhadap nilai yang dipegangnya.
2. Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan interpersonal
sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya
sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal
berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya.
3. Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan
medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan
bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai
kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium
dari sistem terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan
interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi
dan pelaksanaan peranan.
B.
Memulai hubungan
1. pembentukan kesan
Menurut
sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang
lain berdasarkan informasi yang terbatas. Evaluasi : Kesan pertama. Menurut
sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi.
Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah
dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan gabungan tentang orang lain. Kesan
Menyeluruh. Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang orang
lain, dapat dilakukan dari โkesan yang diterima secara keseluruhanโ. Sears dkk.
(1992) membagi kesan menyeluruh menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan
model menambahkan. Konsistensi. Individu cenderung membentuk karakteristik yang
konsisten secara evaluatif terhadap individu lainnya, meski hanya memiliki sedikit
informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari
kedalamannya. Prasangka positif menurut sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah
kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi
negatif.
2.
Ketertarikan Interpersonal
Prinsip
Dasar Daya Tarik Interpersonal
Penguatan
Kita
menyukai orang lain dengan cara member ganjaran sebagai penguatan dari tindakan
atau sikap kita. Salah satu tipe ganjaran yang penting adalah persetujuan
sosial, dan banyak penelitian memperlihatkan bahwa kita cenderung menyukai
orang lain yang cenderung menilai kita secara positif (Sears, 1992).
Pertukaran social
Pandangan
ini menyatakan bahwa rasa suka kita kepada orang lain didasarkan pada penilaian
kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang kepada kita.
Teori ini menekankan bahwa kita membuat penilaian komparatif, menilai
keuntungan yang kita peroleh dari seseorang dibandingkan dengan keuntungan yang
kita peroleh dari orang lain (Sears dkk., 1992).
Asosiasi
Kita
menjadi suka kepada orang yang diasosiasikan (dihubungkan) dengan pengalaman
yang baik/bagus dan tidak suka kepada orang yang diasosiasikan dengan
pengalaman buruk/jelek . (Clore & Byrne dalam Sears dkk.1992)
C.
Hubungan peran
Dalam suatu
hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan intimacy
love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau
mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka
yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng
atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari
pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan
tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan
langgeng.
D.
Intimasi dan hubungan
pribadi
Pendapat
beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily
dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang
didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk
mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c)
Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah
ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama
lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih
bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d)
Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk
hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara
dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada
hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling
mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup,
keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada
tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan,
dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang
yang dekat dengannya.
e)
Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam
suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan
intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan
atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan
maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan
langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan
kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan
tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang
harmonis dan langgeng.Komunikasi yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran
dan saling terbuka pun menjadi modal yang cukup untuk membina hubungan yang
harmonis. Maka jangan kaget apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak
berjalan dengan mulus atau selalu terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam
bubar atau hancur. Tentu saja itu akan menyakitkan hati kita dan setiap
pasangan di dunia ini pun tidak pernah menginginkan hal berikut.
E.
Intimasi dan
pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh
dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh
jika tidak ada cinta. Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita
sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita. Keinginan setiap
pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
1.Kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri
kita secara utuh.
2. Kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran
adalah persiapan memasuki pernikahan.
3. Kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang
yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
4. Kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian
tertutup.
5. Kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang
tulus.
2.
Cinta
dan perkawinan
A.
Memilih pasangan
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki
maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai
pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih
pasangan yang baik. Bila ingin pintar, seseorang harus rajin belajar, bila ingin
kaya seseorang harus berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila
menginginkan pasangan hidup yang baik maka kita juga harus baik.
Tidak ada sesuatu di dunia ini yang dapat dengan
mudah kita peroleh tanpa adanya pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya
termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri
sendiri. Bila kita bercita-cita untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik,
maka kita sendiri harus baik. Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia
sesuai dengan karakter dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik
hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu pula sebaliknya.
Julianto Simanjuntak dalam bukunya, menekankan
bahwa dalam memilih pasangan harus ada kesepadanan alias kecocokan. Karena
ketika pada awal-awal berpacaran, kita sering lupa mengenali kepribadian dan
latar belakang pasangan. Jadi, cinta itu bukan hanya sekedar mencintai atau
dicintai. Tapi juga dituntut memahami latar belakang dan kepribadian pasangan
anda dengan sepenuhi hati.
B.
Hubungan perkawinan
Dawn J. Lipthrott,
LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator
and coach, mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan
perkawinan, yaitu :
Tahap pertama : Romantic Love
Tahap ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan.
Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam
situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress.
Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami
istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan,
berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari
pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang
memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke
pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan
masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke
situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.
Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge and Awareness
Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang
sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana
kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di
tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada
pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi
perkawinan.
Tahap keempat: Transformation
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah
laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk
menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah
berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam
mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling
menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan
perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real Love
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang
dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan
perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih
pasangannya sebagai realitas yang menetap. โReal love sangatlah mungkin untuk
Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real
love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,โ
ingat Dawn.
Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam
tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap
berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas
waktu yang pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan
yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya.
C.
Penyesuaian
pertumbuhan dalam perkawinan
Hirning
dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu lebihkompleks
dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan
satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik
mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas
intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka
harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan,
nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus
menyesuaikan dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak,
sanak keluarga, teman, dan pekerjaan. Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan
bahwa konsep dari penyesuaianperkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk
saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan. Banyak faktor sosial
dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan
(Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan
:
Usia
Udry dan Schoen (dalam Dyer,
1983)mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah apabila pasangan menikah
pada usia yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di
bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan,
dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia.
Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung untuk melihat
perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan untuk menerima tanggung
jawab dari perkawinan tersebut.
Tapi dalam hal perbedaan usia,
penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian menemukan bahwa
akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki usia yang sama (Locke;
Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada penelitian lain juga ditemukan
bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam
penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983).
Agama
Hubungan antara agama dan
penyesuaianperkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu
ditemukan hasil yang berbeda-beda dan selalu tidak konsisten. Terman (dalam
Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor
yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda
agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa
pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang
bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama
tersebut.
Ras
Sejauh ini tidak ada penelitian
khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar ras sebagai variabelnya.
Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh
resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini
(Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer,
Universitas Sumatera Utara331983) pada perkawinan antar ras di Iowa, ditemukan
bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan
kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit
hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah
dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan
kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar ras masih kuat,
mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk
menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing
Pendidikan
Data dari survei nasional
mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam
penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada
hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan
perkawinan.
Penelitian terhadap perbedaan
pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum sepenuhnya jelas,
karena ada pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan tingkat pendidikan
yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil penelitian yang lain
juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan
suami istri dengan penyesuaianperkawinan (Terman; Burgess & Wallin, dalam
Dyer, 1983).
Keluarga Pasangan
Salah
satu hal yang harus dihadapioleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana
mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah
menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan
bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky,
dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah
dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan
biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumah tangga.
D.
Perceraian dan
pernikahan kembali
Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi
keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk
menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka
tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya
kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena
kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil
keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya
ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah
kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya.
Penelitian menunjukan bahwa penduduk lansia Amerika
hampir akan berlipat ganda pada tahun 2050, menurut laporan Pew Research.
Seperti baby boomer memasuki masa pensiun, perhatian ada siapa yang akan
merawat mereka dengan bertambahnya usia mereka. Secara tradisional, anak-anak
telah menerima tanggung jawab pengasuhan, tapi peran-peran pengasuhan menjadi
kabur karena keluarga lebih banyak terpengaruh oleh perceraian dan pernikahan
kembali dibandingkan dekade sebelumnya. Lawrence Ganong, seorang profesor dan
co-kursi di Departemen MU Pembangunan Manusia dan Studi Keluarga di Fakultas
Ilmu Lingkungan Manusia (HES), mempelajari bagaimana perceraian dan pernikahan
kembali mempengaruhi keyakinan tentang siapa yang harus merawat kerabat
penuaan. Dia menemukan bahwa kualitas hubungan, riwayat saling membantu, dan
keputusan sumber daya mempengaruhi ketersediaan tentang siapa yang peduli untuk
orang tua dan orang tua tiri.
Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi kan
pengalaman, tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik
lagi dari pernikahan sebelumnya.
E.
Alternative selain
pernikahan
Ada
banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup,
kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang
cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang. Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring
dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang
masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan
supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki
posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya
dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan
burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta
ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika
mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu. Banyak perusahaan lebih
memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu.
Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan.
Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang. Banyak pria
menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat
prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus
pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota
dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah. Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara,
perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan
memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil
keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri. Banyak yang mengatakan
seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat
pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah
untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan
seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah
akhirnya berakhir dengan perceraian. Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk
dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi
tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata
ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang. Pelajang biasanya terlihat lebih
muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia
sama dengannya, tetapi telah menikah. Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang
juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam
suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang
anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan
atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup
sebagai lajang. Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa,
selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya
dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati. Kehidupan
melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah
pemberontakan
terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok
untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati
posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup
sendiri.
Comments
Post a Comment